Kadang aku bingung memahami kehidupan ini. Dulu waktu di desa sebagai
bujang ngejar-ngejar wanita desa aja banyak yang menolak. Eh giliran
sekarang jadi sopir pribadi malah dapat rejeki nomplok. Bisa numpaki dan
ngeloni nyonya majikanku yang cuantiik buanget biar usianya sudah 35.
Badan masih bagus, singset, kulit kuning mulus. Hidung mancung dan di
bibirnya suka muncul bintik-bintik kayak keringat. Syeddapp. Dulu
sebelum numpaki nyonya aku sering curi-curi pandang
Demi melihat hidung dan bibirnya itu. Dia tahu, tapi cuek. Pura-pura
kali ya. Wanitakan suka ditatap penuh nafsu oleh laki-laki. Meskipun
oleh sopirnya kayak aku ini. Memang sih suka menampakkan tampang tidak
suka kayaknya sebal gitu lho, duluu kala, tapi aku nggak percaya kalau
dia sama sekali nggak senang dan tersanjung. Naluri wanitakan sama. Mau
babu, mau model iklan, kalau ada laki-laki yang memperhatikan berarti
dirinya masih dinilai cantik. Wanita kalau nggak ada yang memperhatikan
padahal sudah dandan habis-habisan bisa bete seharian deh. Merana.
Mikirin dirinya yang sudah tidak menarik lagi (meskipun hanya sopir tapi
saya pernah belajar psikologi wanita, dari buku yang kubaca di tukang
loak ketika sambil menunggu tuan belanja waktu itu. He… he…
Nyonyaku katanya eks primadona kampus. Tapi namanya manusia, biar mantan
primadona atau mantan pramuniaga kalau sudah digigit kesepian yang amat
sangat sekali dan sudah tak tertahankan ya harus mencari solusinya.
Boleh jadi orang disekitarnya bisa digoda pula. Ingat kasus nyonya muda
Pondok Indah yang beradu syahwat sama pembantunya yang sudah tua?
Awalnya suka membentak-bentak memarahi sang bapak pembantu rumah tangga
itu eh lama-lama malah suka dan ketagihan dihentak-hentak oleh si bapak
itu dalam gairah asmara yang ganjil.
Itulah dunia erotis, susah dicerna tetapi sebenarnya mudah diterima
dengan suatu sudut pandang yang polos. Jadi teorinya sederhana saja
sesungguhnya, bahwa yang namanya syahwat itu adalah suatu naluri dasar.
Naluri yang dibawa manusia sejak lahir ke dunia ini. Dia belum mengenal
adat, tata krama, hukum, dsb. Benar-benar murni. Setelah mulai menjadi
dewasa maka manusia menjadi milik lingkungannya. Harus peduli sama
lingkungan sosialnya. Padahalkan awalnya nafsu itu nggak ada kaitannya
dengan ideologi, sosial, ekonomi, politik, budaya dan hankam segala deh
(inget pelajaran SMP).
Nah lebih-lebih bila nafsunya itu ternyata memberi pengalaman kenikmatan
yang tiada tara yang tidak didapatkan dari pasangan resminya. Wah
tambah ketagihan deh. Lha yang awalnya diperkosa aja ada yang akhirnya
bisa menikmati, apalagi bagi yang didasari sama-sama butuh. Para pelaku
yang sudah pengalaman merasakan nikmatnya bersenggama pasti pusing deh
kalau lama nggak digauli lawan jenisnya.
Emang sumpah nggak kepikir di benakku kalau aku orang yang jelek dan
kampungan ini ternyata kebagian juga mendapat anugerah dalam bentuk
wanita cantik. Yaitu bisa menikmati seluruh lekuk tubuh dan khususnya
memek sang eks primadona yang wangi itu. Hehehe. Enak gila. Sudah gratis
eh malah dihadiahin lagi. Nggak usah maksa. Nggak usah merayu. Nggak
usah mikirin kasih makan. Nggak usah rebutan segala. Kebayang dulu
ketika beliau masih mahasiswi, wah pasti seru ajang kompetisinya. Kayak
AFI kali. Yang ngrebutin pastilah ada anak orang kaya, yang ganteng,
yang bonafid, yang playboy, yang aktivis, yang jagoan olah raga, dan
seterusnya. Tereliminasi semua bleh. Rugi mereka. Mending jadi sopir
kayak aku ini nggak usah modal kuliah segala. Hihihi.
Sebenarnya aku kadang suka melamun (melamun adalah satu-satunya harta
kekayaanku) mencari pemahaman mengenai keadaan ini. Siapa yang salah ya?
Tuanku yang terlalu sibuk cari duit demi menyenangkan hati nyonya, atau
nyonya yang nggak punya kesibukan (emang dari dulu dilarang tuan kerja
karena bisnis tuan masih berjalan dengan baik bahkan cenderung meningkat
pesat).
Sempet juga aku juga merasa kasihan sama tuanku kalau dia hanya mikirin
bisnisnya melulu. Cari duit banyak-banyak maunya demi kebahagiaan istri
eh malah istri jarang dinikmati alias banyak dianggurin aja. Tahu deh
kalau di luar suka jajan atau nyimpen WIL. Tetapi kalau sampai nyimpen
WIL segala apa ya maksimal pemakaiannya. Paling dipakainya pas lagi
refreshing, itupun kalau sempet. Bisnismen itu pasti lebih banyak sibuk
ke bisnisnya ketimbang ngurusin lain-lainnya. Gitu kali. Tapi yang
penting prinsipku: urusan atas adalah kewajiban tuanku (mulut yang
dikasih makan), urusan bawah (vegy yang dikasih semprotan) adalah
jatahku.
Adilkan? Menurut kaca mataku sih orang-orang sibuk kayak tuanku itu
mending memperistri babu. Kalau capek pasti dengan suka rela mau
mijitin. Nggak banyak protes. Siap mendengar keluh kesah setiap saat
tanpa berani menyela. Menurutku lhoo. Nah yang cantik-cantik kayak
nyonya dan mudah kesepian itu jodohnya ya laki-laki yang punya banyak
waktu luang untuk memperhatikan dan siap sedia setiap saat kalau
dibutuhkan. Misalnya sopir kayak aku ini. Huahahaha. Tapi masuk akalkan?
Gimana nggak masuk akal.
Orang seelite tuan pasti sudah biasa ketemu wanita kelas tinggi yang
cantik-cantik. Karena sudah biasa maka ya jadi biasa. Lha orang kayak
aku ini kan selalu melotot dan melongo melihat wanita-wanita sekelas
nyonya. Pasti bawaannya kagum dan kagum melulu. Melamun sepanjang hari
gimana bisa ngentot dengan wanita-wanita kelas ini. Sama halnya dengan
nyonya, bergaul sama laki-laki berkelas pasti sudah biasalah. Yang
jarang adalah bergaul dengan laki-laki kasar.
Pasti menimbulkan khayalan erotis untuk bersenggama dengan para lelaki
kasar, yang berotot, ngomong sembarangan, berpeluh kalau bekerja,
hidupnya cuma untuk hari ini, dan bla-bla. Pastilah menimbulkan empati
campur sensasi begitu. Hahaha.
Nah gara-gara sering diminta melayani nyonyaku yang hobi kesepian itu
aku dimanjain dengan hadiah-hadiah mahal. Kadang-kadang sih. Misal
dibeliin baju, sepatu, minyak wangi dan sebagainya yang bermerk.
Sekarang aku kenal baju merk Arrow, kata orang sih harganya ratusan
ribu. Tapi aku nggak berani pakai kalau lagi ada tuan, nanti ditanya kok
bisa beli baju mahal. Masak mau nggak makan setengah bulan demi beli
baju semahal itu. Kan bisa ketahuan, kasihan nyonya. Aku sih paling
dipecat. Lha kalau nyonya dicerai? Apa ya mau ikut aku jadi istri
keduaku. Pasti enggak mau. Memang lucu juga ya. Urusan perut sama bawah
perut bisa demikian jauhnya. Tapi nggak apa-apa. Mendingan begini.
Jauh lebih menguntungkan bagiku. Dikasih tapi nggak dituntut. Kayak
bintang sinetron yang dituduh memperkosa seorang cewek, disebarluaskan
di media massa. Coba kalau yang memperkosa cuma tukang ojek, preman,
kuli, atau sopir nggak bakalan diberita-beritain besar-besaran sama
korban. Nggak usah dituntut kawin cukup laporin polisi aja (atau malah
dipetieskan aja kasusnya). Lha, apa malah nggak enak. Kalau mau
dipenjara ya nggak masalah. Nggak punya apa-apa ini kecuali kolor.
Dibiarkan bebas ya lebih asyik bisa cari yang lebih ranum lagi. Enak
juga sebenarnya yah kaum ‘nothing to lose’ alias kaum yang cuma bermodal
nafas ini. Hehe.
Tiba-tiba lamunanku dibubarkan secara sepihak oleh nyonya.
“Rusmiin.. Hayo sore-sore gini sudah bejo (bengong jorok) ya. Kebeneran, sini masuk kamar, Dear”
Tugas sampingan sudah memanggil-manggil. Syeddaapp. Kebetulan kami dua
hari ini lagi nginep di villa keluarga di daerah puncak. Tuan seperti
biasa lagi urusan ke luar kota. Anak-anak nyonya pada mau ujian jadi
mereka harus belajar di rumah. Ibunya beralasan mau menengok villa-nya
dan kebun buah-buahannya. Berdua saja kami ini. Makanya nyonya berani
teriak-teriak semaunya ketika mau ngajak ML. Kulihat nyonya sudah pakai
daster tipis putih dan sedang duduk di pinggir ranjang. Kaki kanan
diangkat di bibir ranjang sementara yang kiri menyentuh lantai. Waduh
seksi sekali Yayangku ini.
“Wah sudah nggak sabaran yah Yang?”
“Iya tahu, mau cepetan dirudal ama penismu yang nggak kira-kira gedenya itu. Ayyoo cepetan sinnii. Jangan sok maless gitu aah..”
Aku emang kadang suka menggodanya dengan berlagak malas melayaninya. Kalau udah gitu kemanjaan nyonya suka muncul.
“Iya deh, mau apa dulu nih Say?”
“Jilatin seluruh tubuhku tanpa tersisa. Ini perintah..!”
Lalu dasternya telah merosot ke bawah secara kilat. Seperti biasa kalau
sudah siap tempur nyonyaku nggak pakai CD dan Bra. Sudah polos total.
Dia tengkurap. Aku mendekat. Kumulai jilatan dari ujung jari kaki.
“Ehm”
Belum apa-apa. Pelan-pelan sekali kujilat dan kuhisap jari-jarinya satu
per satu. Telapak kakinya. Betisnya yang berbulu agak jarang dan
panjang-panjang. Bikin naik darah.
“Emh..” Mulai ada reaksi. Pindah ke kaki satunya.
“Emh..” Lagi ketika tiba di betis.
Kuteruskan ke arah paha belakang. Permainan semacam ini memang perlu
kesabaran tersendiri. Di samping itu juga membantuku untuk tidak cepat
naik selain membantunya untuk mulai warming up duluan. Oh ya perlu
kuberitahu, sejak aku didayagunakan begini jadi rajin minum jamu kuat
kalau enggak wah bisa remuklah aku. Kuat banget dan tahan lama sih
nyonya mainnya.
“Ahh.. Hemhh..”
Begitu bunyi mulutnya ketika lidahku mulai mengusap pangkal pantatnya
(Mau enggak ya tuan disuruh begini ama nyonya? Mungkin inilah
kelebihanku mau apa aja. Biarin, gratis dan ueennakk ini. Hehehe.)
Kubikin lama dalam melulurin area x, kubikinnya libidonya memuncak lebih
cepat. Kupercepat sapuanku. Kuselingi dengan sodokan-sodokan memasuki
celahnya.
“Aauuhh.. Auuhh.. Auuhh.. Ruuss..”
Mulai kepanasan dia. Basah. Kuremas-kuremas pantatnya yang montok putih
mulus. Lalu kujulurkan tangan kananku menuju punggung. Kuusap sejenak
terus menukik melesak ke bawah, teteknyalah sekarang sasaran sentuhanku.
“Buussyyeet.. Ruuss.. Pentil.. Ooh.. Ya.. Yaa.. Pentilku diusap.. Ussaaph.. Ahh ”
Aku merambat naik dan kukangkangi dengan sedikit merapat. Tidak kontak
ketat. Gesekan-gesekan burungku yang masih dalam sangkar celana sengaja
kuarahkan ke pantatnya. Kujilati pinggang, punggung, pundak, leher,
belakang telinga.
Dan, “aahh balikk..” Nyonya membalikkan badannya.
Sebenarnya aku sudah enggak tahan mengulum bibirnya. Penisku sudah
demikian kencangnya. Tapi ya sabar dah. Belum ada perintah selain
menjilat sih. Kumulai menjilati leher depan, turun ke ketiak yang licin,
ke lengan, telapak tangan, jari, ke dada. Di sekitar itu aku
berlama-lama. Kuputari gunung kembarnya bergantian. Kiri-kanan.
Kiri-kanan. Diselingi mengisep pentilnya.
“Auh.. Auh.. Auhh.. Ah.. Ahh”, tangannya mulai menjambak rambutku dan
kadang ditekan-tekannya kepalaku agar teteknya mendapat kenikmatan
paripurna. Sesek napas juga sih kalau kelamaan. Kucek selangkangannya.
Woow, tambah basah. Kupegang tangan satunya lalu kuarahkan untuk mulai
mengusapi dan memencet rudalku. Menurut dia.
“Kulum, Dear” Dengan menjatuhkan berat badanku sementara kakinya sudah
mulai mengangkang, tangan kiriku keselipkan dibawah punggungnya, tangan
kananku memegang tetek kanannya, maka kuserbu bibirnya tanpa ampun.
Saling memilin lidah kami. Saling tumpah ludah kami. Sambil
kusodok-kusodokkan burungku yang masih tersimpan dalam sangkarnya tepat
di area tempiknya (memeknya). Gemes aku ingin memasukkan. Tapi ada
kenikmatan juga ketika menyodok namun terhambat.
Meskipun agak sakit juga. Sensasi begini kadang lebih mengasyikkan
ketimbang main masuk langsung. Terus kukulum, kuhisap, kujilat, ambil
napas, lalu serbu lagi. Seperempat jam kami beradu mulut dan bibir.
Setelah mengambil nafas sebentar kukulum hidung bangirnya. Kujilati. Aku
hobi juga mengulum dan menjilati hidung-hidung yang mancung begini.
Kadang kumasukkan (tentu saja tidak masuk, bego) lidahku ke
lobang-lobangnya. Kakinya yang kanan mulai membelit, menumpangi kaki
kiriku.
“Lepass baaju dann celanamuu..”
Kulepaskan ikatan ragawi kami. Turun dari ranjang untuk menelanjangi
diriku. Polos. Kunaiki ranjang lagi. Kutempelkan penisku mengarah ke
bawah memeknya sehingga dalam posisi masih bebas di luar liangnya.
Kutindih lagi. Kunikmati setiap inchi tubuh halus mulusnya melalui
kontak tubuh kami yang penuh. Kalau bisa tidak ada yang lolos.
Kulanjutkan dengan adu ciuman. Kujilati dagunya, pipinya, kukulum
kupingnya. Mendongak-dongak dia. Desahnya semakin kacau. Jepitan kakinya
sudah dua sekarang. Tiba-tiba tangannya merogoh burungku.
Ditekan-tekannya ke arah bibir liang.
Lalu, “slep..” Masuklah burungku. Kubiarkan berdiam diri dulu. Aku masih
menikmati kontak total begini sambil menggeliat-geliat. Kuingin
menikmati tekanan tetek-teteknya di dadaku lebih lama. Kuingin menikmati
gesekan-gesekan antar paha, gesekan-gesekan antar perut,
gesekan-gesekan antar kulit. Kupejamkan mataku agar indera sentuhku
bekerja dengan sempurna dalam memberikan sarafku kenikmatan sebuah
persetubuhan.
“Sooddook..” Tanpa rela kumelepaskan belitanku mulai kupompa memeknya
dengan melengkung-lengkunkan pinggulku. Tangan kiriku menyusup di bawah
punggungnya menggapai pinggir luar tetek kanannya, tangan kananku
menyusup ke bawah menjangkau ujung memek belahan belakang.
Kujawil-jawil. Kaki-kakinya merangkul kaki-kakiku semakin erat. Digoyang
naik turun pantatnya seirama dengan maju mundurnya sodokanku.
Nafas-nafas kami dalam dan berat dalam mendukung kerja persetubuhan.
Erangan-erangannya meningkahi sodokanku yang kubikin dalam-dalam.
Sedalam mungkin. Suara kecipak cairan memeknya mengiringi maju mundurnya
penisku yang memenuhi liang memeknya. Penuh. Diameter rudalku tak
menyisakan sela. Padat dan kesat. Itulah mengapa nyonyaku jadi
keranjingan.
“Cepetin.. Cepetin.. Nyoddookknyaa.. Aah.. Ahh..”
Aku terus menghujaminya bagaikan antan penumbuk padi yang terus
bertalu-talu berirama konstan. Kuingin melesak lebih dalam lagi. Lebih
jauh lagi. Urat-urat rudalku pasti sebesar-besar kabel listrik kalau
bisa dilihat.
“Edaann.. Teruss.. Banggsaatt.. Jembbuut.. Konttoll.. Aahh.. Aahh.. Aahh.. Ayoo.. Genjott.. Teruss.. Teruss ”
Kejorokan nyonyaku sudah tidak asing lagi di telingaku ketika
persenggamaan sedang mendaki puncak. Akan menambah daya hentak dan
meluapkan sensasi-sensasi paling primitif sang nafsu yang dimiliki
makhluk hidup. Dengan cepat dan kasar kubalikkan tubuhnya tengkurap lalu
buru-buru kusodokkan lagi rudalku ke memeknya melalui belakang. Kubelit
lagi dirinya. Kususupkan kembali kedua tanganku menjangkau
tetek-teteknya secara menyilang. Kuremas-kuremas dengan kasar.
Kususupkan kepalaku di samping lehernya. Kuendus dan kuhisap leher
jenjangnya yang wanginya telah pudar karena leleran keringat.
“Plak.. Plok.. Plak.. Plok..” bunyi pantatnya beradu dengan
selangkanganku. Kurangsak. Klitorisnya lebih mudah kugasaki dari
belakang. Kupercepat tonjokan-tonjokan ke klitorisnya. Semakin menggila
dia.
“Bajingann.. Sopirr.. Dassarr.. Teruss.. Yah.. Yah.. Bangsat.. Kamuu..
Adduh.. Ennakk.. Uahh.. Uahh.. Auhh.. Ahh.. Eaarghh.. Mmpphh.. Ooh..”
Semakin cepat kedut-kedutan memeknya memijiti rudalku. Dan, “aahh.. Hh.. Aku keluaarhh.. Russ.”
Mengejang dia dan terangkat pantatnya kuat-kuat. Namun masih saja
kugasaki sampai beberapa detik akhirnya menyemburlah pancaran magma dari
rudalku.
“Jrrott.. Jroott.. Crrott ” Liangnya kupenuhi dengan semburan-semburan
maniku. Lemas. Masih kutumpangi dia. Tersengal-sengal nafas kami.
Kugesek-kegesekin hidungku ke lehernya.
****
Awal bagaimana akhirnya kami memadu asmara begini yaitu ketika setelah
mengantar anak-anaknya sekolah. Ketika berangkat mengantar anak-anaknya
sekolah nyonya duduk sama yang kecil di belakang. Yang gede di depan di
sampingku. Mereka kelas 5 dan kelas 2. Cewek semua. Pada jalan pulang
nyonya duduk di depan. Dia memintaku untuk tidak langsung pulang.
Dimintanya aku masuk tol dalam kota. Kami berputar-putar beberapa kali.
Rupanya sudah agak lama dia sebenarnya ingin curhat. Berhubung nyonyaku
membatasi pergaulannya sejak menikah demi suaminya, maka pergaulannya
jadi amat terbatas. Sebatas keluarga dan para pembantu-pembantunya,
termasuk aku sebagai sopirnya. Sehingga ketika nggak tahan untuk
bercurhat maka akulah yang tersedia untuk menjadi sasaran tumpahan
emosinya. Lebih mudah dan lebih terjaga kerahasiaannya karena dilakukan
di luar rumah, sambil keliling-keliling seperti sekarang ini. Rupanya
jatah dari tuan baik dalam bentuk perhatian maupun keintiman dirasanya
kurang. Nyonya memaklumi kesibukan tuan, namun sebagai wanita yang masih
kuat kebutuhan emosi dan biologisnya menuntut jatah yang normal
ketimbang cuma sebulan sekali atau paling banter 2 kali. Tidak terus
terang sih ngomongnya, tapi diserempetin.
“Kamu sama isterimu berapa kali dalam sebulan berkasih-kasihan, Rus?”
“Seminggu sekali atau ya bisa dua tiga kali, Nya.”
“Wah bahagia sekali dong isterimu ya.”
“Ya namanya kewajiban suami untuk membahagiakan isteri mau gimana lagi.”
Lalu diam seperti melamun. Waktu aku mau oper gigi persneling rupanya
tanpa sengaja tanganku menyinggung pahanya. Baru kusadari rupanya nyonya
duduknya agak mepet ke tongkat persneling. Aku minta maaf. Nyonya diam
saja. Seerr juga aku sebenarnya. Tapi aku mana berani memikirkan
kejadian barusan. Entah ini sudah putaran yang ke berapa tapi nyonya
masih minta diputerin lagi. Kalau ada yang tahu berapa kali kami muterin
Jakarta pasti mikir ini orang mau jalan-jalan tapi maunya irit ya.
Sekali bayar tol tapi puas muter-muter. Ketika mau pindah gigi lagi aku
sebenarnya sudah agak sungkan-sungkan tapi harus kulakukan karena aku
sudah mengurangi kecepatan.
Semoga sudah geser duduknya. Eh lhadalah, kesenggol lagi. Busyet ini
nyonya kayak nggak peduli atau sengaja. Sempet kurasakan tadi kalau yang
kesenggol bukan kain, lebih halus dari itu, pura-pura nengok spion
sebelah kiri maka dengan sudut mataku kucoba cari info apa yang
sebenarnya kusenggol tadi apakah benar kulit manusia. Nyonyaku ikut
nengok melihat spion kiri. Kesempatan dalam waktu sedetik kulihat ke
lokasi persenggolan tadi.
Benar. Deg. Ternyata pahanya yang kesenggol tadi. Wah rok nyonya kok
telah tersingkap. Sadar nggak ya dia. Kubiarkan. Ternyata rok yang
dipakai ada belahan tinggi di sisi kanan, dan kini belahannya ternyata
telah menyibakkannya diri sedemikian rupa sampai.. Pangkalnya. Deg. Deg.
Wah. Eh secepat kilat nyonya membalikkan kepalanya ke arahku dan ada
senyum tipis. Matanya menatapku tanpa sepatah katapun. Terus kembali
lurus menatap jalan di depan.
“Nggak apa-apa kok” Modar kowe. Meriang panas dingin sekarang hawa tubuh
yang kurasakan. Sebagai lelaki bangkitlah keberanianku mencandainya.
“Nggak apa-apa gimana, Nya?”
“Nyenggol-nyenggolnya tadi itu.”
“Maaf gak sengaja, Nya.”
“Sengaja juga nggak apa-apa.”
“Ah nyonya, mana berani.”
“Lho, inikan dikasih ijin. O enggak mau ya sama aku? Ya sudah kalo gitu”
“Wadduh Nya, mana ada lelaki yang sebodoh itu. Nyonya itu cantik banget. Saya minder di dekat nyonya, sungguh.”
“Ah masak sih.”
Tiba-tiba tangan kiriku diraihnya dan disentuhkan ke pahanya. Yang
kesenggol tadi, ingat? Ehhm, kutatapnya dia. Saya balasannya. Mulai
berani kugerakkan tangan kiriku yang beruntung itu, lebih menyerupai
mengelus. Nyonyaku mulai bersandar. Agak dimajukan duduknya sehingga
pahanya semakin mudah kujangkau. Coba kutelusuri menuju pangkal. Merem
dia. Agak ke dalam lagi. Lalu sampai pangkal.
“Ah.” Lenguhan pendeknya keluar. Kuusap-usapnya pangkal pahanya, tempat
sang memek bersemayam. Mendesah dia. Tiba-tiba tangan kanannya menerobos
ke pangkalanku juga.
“Oh, gede punyamu, Min.”
“Bagilah dirimu denganku selain istrimu, maukan Rus?”
Aku diam. Semua ini terjadi mendadak. Lalu aku nafsu dan mengangguk. Dan
kami terus saling mengusap sampai bocor bersama. Sebenarnya sejak
kejadian itu dia menyatakan menyesal karena telah berbuat sejauh itu
yang tidak terbayangkan sebelumnya. Dia berjanji untuk tidak
mengulanginya karena akan menyakiti hati suaminya dan isteriku kalau
ketahuan nanti. Aku setuju. Tapi waktu jua yang akhirnya mengalahkan
kami sesuai kodrat alam yang minta dipenuhi.
Akhirnya kami mengulanginya dan mengulanginya lagi sampai akhirnya
benar-benar alat vital kami beradu. Pernah aku sarankan untuk mencari
gigolo-gigolo saja yang tampan dan keren daripada aku yang hanya bagian
dari kumpulan manusia kasar, jelek dan rendah. Dia hanya menggeleng.
Mungkin dia ingin kerahasiaannya lebih terjaga kalau berhubungan dengan
satu orang saja. Orang terdekatnya. Apakah demi status sosialnya atau
martabatnya atau nama baiknya. Entahlah. Atau takut menjurus ke arah
kecanduan, cenderung ingin mencoba-coba berbagai jenis pria. Entahlah.
Atau memang sudah tercukupi kebutuhannya.
Entahlah. Atau memang bagian dari fantasinya, mencoba ekstrimitas,
menikmati dunia-dunia kasar. Entahlah juga. Kalau aku jelas, sulit
menghindari daya pikat wanita dari kelas yang jauh di atasku dan
memiliki kecantikan yang bagaikan putri dari langit. Lalu kapan lagi.
Hehe…